top of page
Logo Alien DC

Menelisik 3 Fasad Gedung Ikonik: Kartika Square, BJB Padalarang, dan Stadion Tugu

  • Writer: domeiru fahramshed
    domeiru fahramshed
  • 7 days ago
  • 3 min read

Di tengah perkembangan arsitektur urban yang semakin pesat, kehadiran fasad bangunan tidak lagi sekadar pelindung fisik, tetapi menjadi elemen naratif yang mempresentasikan identitas, nilai, dan konteks budaya. 


Tiga proyek berbeda, Kartika Square, Gedung Bank BJB Padalarang, dan Stadion Tugu, menampilkan pendekatan desain fasad yang ikonik dan kontekstual. Masing-masing merespons tapak, fungsi, serta nilai simbolik dengan strategi visual yang khas. 


Dari lekukan tropis modern, reinterpretasi Art Deco, hingga eksplorasi ornamen Betawi Gigi Balang, ketiganya memberi pelajaran penting tentang bagaimana arsitektur bisa menyatu dengan karakter lokal, teknologi, dan aspirasi publik masa kini



  1. KARTIKA SQUARE


Arsitektur Responsif Tapak: Desain Fasad yang Mengalir dan Beradaptasi dengan Sudut Jalan



Desain fasad yang baik bukan hanya soal estetika, melainkan juga tentang bagaimana bangunan merespons tapaknya secara kontekstual. Kartika Square di Kebayoran merupakan contoh nyata arsitektur responsif terhadap tapak, khususnya pada kondisi sudut jalan yang kompleks. Tim perancang menghadirkan fasad flowing yang tidak terputus, membangun kesan bangunan yang menyatu dengan arah sirkulasi dan orientasi kota.


Bentuk massa bangunan yang melengkung di sudut tapak dirancang untuk memberikan kontinuitas visual dan memperhalus transisi antar sisi fasad. Strategi ini tak hanya memperkuat identitas arsitektural, tapi juga memaksimalkan potensi pencahayaan alami dan bukaan visual ke ruang luar. Di sisi lain, pendekatan ini memungkinkan hadirnya secondary skin sebagai sun shading, sekaligus menjadi elemen komposisi yang dinamis.


Respons adaptif terhadap sudut tapak juga membuka peluang aktivasi ruang terbuka publik di area transisi, mendukung konsep Transit Oriented Development (TOD) yang diusung proyek ini. Melalui pendekatan desain yang mengalir dan peka konteks, Kartika Square membuktikan bahwa fasad bukan sekadar wajah bangunan, melainkan bahasa yang berinteraksi dengan kota.



  1. BJB PADALARANG


Art Deco Reimagined: Menyatukan Simetri Klasik dan

Asimetri Modern dalam Fasad Perbankan



Gaya Art Deco telah lama dikenal dengan ciri khas garis geometris, simetri yang kuat, dan ekspresi kemewahan yang monumental. Namun, dalam proyek Gedung Bank BJB Padalarang, pendekatan terhadap Art Deco tidak berhenti pada estetika historis, melainkan diimajinasikan ulang secara modern, menjawab kebutuhan institusi perbankan masa kini.


Fasad gedung ini memadukan dua kutub arsitektur: simetri sebagai warisan klasik Art Deco, dan asimetri sebagai simbol kebaruan serta fleksibilitas desain modern. Elemen vertikal khas art deco seperti menara fasad dan sirip horizontal diperhalus dengan sentuhan garis-garis dinamis yang memberi kesan ringan dan terbuka, menghindari kesan monumental yang tertutup.


Modernisasi ini tidak hanya menjadi soal bentuk, tapi juga mencerminkan transformasi fungsi dari bank konvensional menuju digital banking. Fasad yang terbuka, inklusif, dan tegas menjadi pernyataan visual bahwa bank ini siap melayani generasi baru dengan cara baru. Inilah wajah baru perbankan: formal namun progresif, elegan namun adaptif. Reimajinasi Art Deco pada BJB Padalarang menghadirkan sinergi desain yang kuat antara sejarah, identitas korporat, dan visi masa depan.



  1. STADION TUGU


Gigi Balang sebagai Bahasa Visual Arsitektur: Mengurai Identitas Lokal dalam Fasad Stadion Tugu



Dalam era globalisasi desain, penting bagi arsitektur publik untuk tetap berakar pada identitas lokal. Stadion Tugu di Jakarta Utara menjawab tantangan ini dengan mengangkat ornamen Gigi Balang, elemen khas arsitektur Betawi, sebagai inspirasi utama desain fasadnya.


Gigi Balang, yang secara tradisional hadir pada atap rumah adat Betawi, ditransformasikan menjadi modul geometris repetitif yang membungkus bangunan stadion secara ritmis.          Tidak sekadar tempelan ornamen, pendekatan ini memperlakukan Gigi Balang sebagai bahasa visual yang menyampaikan makna: ketegasan, keteraturan, dan semangat kebudayaan yang hidup di tengah masyarakat urban.


Fasad ini berhasil menyeimbangkan antara ekspresi simbolik dan fungsi arsitektural. Pola Gigi Balang membentuk layer façade yang memberi efek bayangan dinamis sepanjang hari, sekaligus berfungsi sebagai pelindung pasif dari panas matahari tropis. Dengan demikian, elemen budaya tidak hanya dihadirkan sebagai estetika, tetapi juga menjadi bagian integral dari performa bangunan.


Desain Stadion Tugu memperlihatkan bagaimana warisan budaya lokal dapat diolah secara kontemporer menghasilkan arsitektur yang relevan, kontekstual, dan membanggakan identitas daerahnya.


© 2025 Alien Design Consultant, All Rights Reserved

bottom of page