Menerjemahkan Budaya Betawi ke dalam High-Performance Façade Studi Desain Menara Bank Jakarta
- domeiru fahramshed
- 23 hours ago
- 2 min read

Dalam konteks kota megapolitan seperti Jakarta, desain fasad gedung tinggi tidak lagi sekadar menjadi elemen estetika, melainkan medium strategis yang menjembatani identitas budaya, performa lingkungan, dan ekspresi arsitektur kontemporer.
Menara Bank Jakarta di kawasan SCBD hadir sebagai studi menarik tentang bagaimana budaya lokal Betawi diterjemahkan ke dalam bahasa high-performance façade yang relevan dengan tuntutan iklim tropis dan skala urban modern.
Sebagai kantor pusat Bank Pembangunan Daerah Jakarta, bangunan ini diproyeksikan bukan hanya sebagai ikon visual skyline, tetapi juga sebagai simbol kota yang mengakar pada budaya lokal sekaligus menjulang ke masa depan. Pendekatan desain fasad menjadi salah satu instrumen utama untuk mencapai ambisi tersebut.
Fasad sebagai Narasi Budaya dan Konteks Kota

Konsep fasad Menara Bank Jakarta berangkat dari kesadaran bahwa arsitektur ikonik Jakarta tidak dapat dilepaskan dari memori kolektif kota. Inspirasi utama diambil dari dua elemen simbolik: Tugu Nasional (Monas) dan ornamen Cukin Betawi.
Monas, sebagai simbol historis dan ideologis Jakarta, diterjemahkan secara abstrak melalui konsep Lingga Yoni, yang kemudian mempengaruhi pembentukan massa bangunan antara tower dan podium. Pendekatan ini tidak bersifat literal, melainkan konseptual menghadirkan makna pertumbuhan, keseimbangan, dan kesinambungan antara masa lalu dan masa depan
.
Sementara itu, pada skala fasad podium, motif Cukin Betawi menjadi inspirasi utama dalam pembentukan second skin perforated façade. Cukin, yang secara tradisional merupakan kain khas Betawi dengan pola dan warna ekspresif, ditransformasikan menjadi pola perforasi kontemporer yang berfungsi ganda: sebagai elemen visual identitas dan sebagai perangkat pengendali iklim.
Strategi Second Skin: Dari Ornamen ke Performa

Alih-alih menjadikan motif budaya sebagai sekadar dekorasi tempel, desain fasad podium Menara Bank Jakarta mengintegrasikannya ke dalam sistem second skin façade yang aktif secara lingkungan. Panel perforated ini dirancang untuk:
Mengurangi beban panas matahari langsung, terutama pada area podium yang berinteraksi intens dengan ruang publik.
Menciptakan kedalaman visual (depth façade) yang memperkaya pengalaman pejalan kaki di level kota.
Memfasilitasi ventilasi alami pada area semi-terbuka.
Transformasi ornamen budaya menjadi elemen performatif ini menunjukkan pergeseran paradigma dalam arsitektur tropis Indonesia: dari simbolisme statis menuju arsitektur yang responsif dan kontekstual.
Hierarki Fasad: Podium, Transisi, dan Skyline

Salah satu kekuatan desain Menara Bank Jakarta terletak pada hirarki fasad yang jelas antara podium dan tower. Podium dirancang lebih ekspresif dan taktil, merespons skala manusia, ruang publik, serta integrasi dengan MRT, halte bus, dan jaringan pedestrian Sudirman.
Sebaliknya, tower tampil lebih tenang dan rasional, dengan repetisi modul fasad yang menekankan efisiensi struktural dan performa lingkungan. Transisi antara keduanya dimediasi melalui elemen sky terrace, refuge floor, dan balkon hijau, yang juga berfungsi sebagai buffer iklim dan visual.
Pendekatan ini memperkuat gagasan bahwa fasad bukan elemen tunggal, melainkan sistem berlapis yang merespons berbagai skala dari pejalan kaki hingga skyline metropolitan.
Fasad sebagai Identitas Jakarta Masa Depan

Menara Bank Jakarta menunjukkan bahwa arsitektur ikonik tidak harus mengorbankan konteks lokal demi citra global. Melalui integrasi budaya Betawi ke dalam sistem fasad berperforma tinggi, bangunan ini menawarkan model bagaimana identitas lokal dapat diterjemahkan secara relevan dalam arsitektur kontemporer.
Di tengah maraknya menara kaca generik di kawasan bisnis, pendekatan ini memberi pelajaran penting bagi arsitek dan perancang fasad: bahwa budaya, teknologi, dan keberlanjutan bukanlah entitas yang saling meniadakan, melainkan dapat disatukan dalam satu ekspresi arsitektur yang kuat, bermakna, dan bertanggung jawab terhadap kota.
